Rabu, 31 Agustus 2011


Leluhur orang Rote Ndao Tinggal Di Bulan?
JON YOSEP HENUK

Di kehidupan leluhur pertama orang Rote, mereka masih bergantung hidup pada perburuan binatang liar (hutan) atau kelautan dan perikanan, yang atau dalam tuturan dialeg syair Rote secara umum disebut, ara bei bambi leak, ma ara bei soru luak” do ara bei folu buluk ma ara bei raa matak, yang artinya, mereka masih berlindung di dalam jurang-jurang atau lubang-lubang goa dan mereka juga masih memakan daging mentah yang berbulu. Di peradaban itu, leluhur etnis Rote bisa dikatakan masih berada dalam kehidupan yang sangat primitif, serta belum mengenal bercocok tanam. Pada masa itu, segala bibit belum diturunkan ke bumi oleh leluhur etnis Rote yang bernama, LUSI MATA (Allah Bapak/Manaduk/Amak Matua Lain. Bibit-bibit tersebut, masih tergantung di cakrawala, sehinga ketika air hujan diturunkan ke bumi oleh penguasa MA HU LAIN (LANGIT) dan BELA HUN (BUMI), barulah dijatuhkan. Namun ketika itu segala bibit termasuk padi belum sampai di bumi, melainkan terkait di cabang dan puncak pepohonan kekak dan beringin yang tinggi dan rindang, atau dalam syair setempat dikatakan, “bini bĂȘtes do nggee hader iar, ara baes sara mai dee, ruma bebenggu belu kekan baen ma sar lalae nunuk oen. Tehu neu naa, ara bei tadas sara rai lali naruk karaa ma, numa moo loak karaa. Neu lelek na dula dalek taa ma malelak beik, dee ara taa bei tao osir do thiner. Boe ma neu faik esa, boe ma ara seles sara numa uma lutu kota tana duan. Dee, boe ma ara rabuna dua ma ara ra doo telu. Tehu ara kekos sara ba’u-ba’u mai. Dee ara tandes ma ara seles sara numa tekeme. Tehu neu faik esa, boe ma ara lalis do ara kekos la’o-la’o mai. Dee ara tandes ruma lee lain ma lole. Boe ma, losa faik ia, bini bĂȘtes do ngge hader iaar ta mana basak nai lelain do lole daen”. Artinya, bahwa pada mulanya, segala bibit tanaman termasuk padi, saat dibagikan kepada manusia tidak langsung berada di bumi, melainkan masih bergantung di cakrawala. Lalu di suatu hari, ketika air hujan diturunkan oleh penguasa atas MA HU LAIN (LANGIT) dan BELA HUN (BUMI), barulah segala bibit termasuk padi inipun dijatuhkan. Namun ketika itu segala bibit termasuk padi belum sampai di bumi, melainkan terkait di cabang dan puncak pepohonan kekak dan beringin yang tinggi dan rindang. Kemudian, dari tiupan angin dan desiran hujan, barulah mereka jatuh ke bumi dengan mendiami hamparan padang-padang luas. Tetapi berhubung hikmat dan pengetahuan waktu itu belum dimiliki oleh para leluhur, maka mereka belum dapat berpikir untuk berbuat apa yang disebut ladang, kebun dan sawah. Selanjutnya, suatu ketika baru mereka mengambil dan menanamkan segala bibit termasuk padi tersebut, di atas setiap pagar rumah tersusun dan berlapis dua. Di samping itu, segala jenis bibit termasuk padi masih bertunas, berbuah dan berpulir satu, tetapi bila dimasak (ditanak), cukup untuk dimakan bersama.

Pantangan Yang Dilanggar
Datang pada kehidupan salah seorang leluhur etnis Rote bernama, Se’u Randa (Bei Se’uk/Bula Se’uk/Bula Randa ) bersama dua orang cucunya, masing-masing antara lain, Leleru Ledoh dan Pemaroh Bulan, hal semacam ini tidak berlaku lagi hingga kini, karena keduanya melakukan kesalahan yakni melanggar janji Seu Randa (Bei Sei;uk). Adapun ceriteranya sebagai berikut, pada suatu hari BEI SEI’UK (SE’U RANDA) yang hendak pergi melaut, meninggalkan pesan kepada ke dua anaknya itu untuk menanak nasi. Bei Sei’uk dalam dialeg etnis Rote secara umum, artinya; Moyang/Nenek/Oma. Sedangkan SEI’UK adalah namanya. Pesan Bei Sei’uk (Se’u Randa) kepada kedua cucunya, bahwa bila menanak nasi, maka jangan ambil dan menggunakan biji yang utuh, melainkan ambil atau pakai sebahagian dari satu biji yang dibagi menjadi beberapa bahagian tersebut. Setelah pesannya disampaikan, lalu pergilah BEI SEI’UK mencari ikan di laut. Air laut yang kembali pasang, karena asyik mencari ikan hal ini tidak diketahui oleh Bei Sei’uk. Sementara, kedua cucunya pun karena sibuk bermain congkak, (sejenis permainan anak-anak), mereka lupa menanak nasi. Keduanya baru ingat dan sadar akan apa yang dipesankan oleh nenek mereka, lalu tergesa-gesalah mereka menanak nasi. Akibat sikap tergesa-gesa inilah, apa yang dipesan oleh sang nenek, mereka melupakannya. Akibatnya, air dari nasi yang ditanak tersebut, mengalir sampai ke laut dan menyebabkan seluruh anggota tubuh BEI SEI’UK luka dan terkelupas.
Leluhur Ke Bulan
Karena musibah yang dialami, BEI SEI’UK pun langsung pulang ke rumah dengan penuh amarah. Begitu dirumah dan mengetahui apa yang dialami adlah ulah dari kedua cucunya, maka Bei Se’uk memasang eda huk (tangga) ke Bulan dengan membawa semua peralatan membuat kapas bersama ke empat ekor anjing miliknya masing-masing, kiri-kiri kii nduk kiri-kiri, lai londa kona nduk lai londa, masoro dulu nduk masoru, lai langga dulu nduk lai langga. Menginjakan kakinya di Bulan, Bei Sei’uk lalu menarik tangga tersebut dan kedua cucunya tinggal di bumi sampai saat ini. Setelah kepergian Bei Se’uk, kemudian Leleruh ledoh dan Pemaroh Bulan berubah wujud menjadi beberapa jenis burung. Salah satu garis keturunan dari Leleru ledoh dan pemaroh Bulan adalah burung TERKUKUR yang hingga saat ini selalu mencari-cari atau memanggil neneknya dengan suara panggilan, SEI’UK KUU KUU KUU. Lebih dari itu, karena menurut etnis Rote, bahwa karena yang berdiam di Bulan adalah leluhur (nenek moyang) mereka, maka ketika terjadi peristiwa Gerhana Bulan atau Gerhana Matahari, setiap keturunan mereka dilarang keluar rumah untuk memandang ke bulan atau matahari. Bagi yang melanggar, matanya akan menjadi rabun atau katarak. Belakangan ini, karena pengaruh ilmu pengetahuan maka pantangan ini hampir tidak berlaku lagi. Berikut garis keturunan orang Rote dari sebelum ADAM (lihat Kitab suci orang Nasrani dan Alquran Kitab suci orang Islam). Menurut tuturan para tetua adat, bahwa pada zaman sebelum ADAM, laki-laki dan perempuan bisa melahirkan. Berikut garis keturunan sebelum ADAM. HATU KIUK (gelap/laki-laki) mengawini DEDEU LEDOK/MANGGA LEDOK (terang/perempuan) beranak : LEDO HORO (perempuan/matahari) dan BULA KAY (laki-laki/bulan).
LEDO HORO (MATAHARI) beranak :
1. ADU LEDOH
2. PEE LEDOH
3. SA’U LEDOH
4. PEMARO LEDOH
5. MALADA LEDOH
6. MALOLE LEDOH
7. LELERU LEDOH
BULA KAY (BULAN) beranak :
1. NDU BULAN
2. MASI BULAN
3. MALOLE BULAN
4. MALADA BULAN
5. MATARA BULAN
Dari sekian anak MATAHARI dan BULAN terdapat beberapa orang yang berprilaku jahat dan dikenal sebagai pencabut nyawa manusia oleh etnis Rote yaitu, LELERU LEDOH (BATZABUR), MATARA BULAN (LEGION), PEMARO BULAN (KUNTILANAK). Dalam tuturan etnis Rote, PEMARO BULAN biasa disebut, MARO atau oleh masyarakat umum di NUSA TENGGARA TIMUR (NTT) dinamai, KUNTILANAK atau BUNTIANAK. PEMARO LEDOH beranak RAI AI MORI.
Kemudian RAI AI MORI beranak :
1. PINGGA RAI
2. NA RAI
Lalu PINGGA RAI beranak 12 orang anak yang jahat. Menurut kepercayaan etnis Rote, dari kedua belas anak inilah mendatangkan wabah penyakit bagi segenap keturunannya, yaitu :
1. KATOBIK RAI (Suhu Badan Panas Tinggi)
2. MANGGARAUK RAI (Penyakit Aneh Yang Mematikan)
3. BISU MBAES RAI (Bisul Bernanah)
4. DIO MANEK RAI (Bisul Raja)
5. BO BO’OK RAI (Batuk Berdarah)
6. LOTO RAI (Sejenis TBC)
7. AMBE RAI (Sejenis TBC)
8. NATA RAI (Batuk Tahunan)
9. MU TADAA RAI (Sejenis Batuk Berdarah)
10. SINGGO LANGGA RAI (Sakit Kepala)
11.TEIK KAFEO RAI (Sejenis Sakit Perut Karena Angin Jahat)
12. TAI KAMBETA RAI (Sejenis Sakit Perut Karena Angin Jahat
Kedua belas anak BULA KAI inilah dalam dunia medis dikenal dengan dua belas jenis penyakit. LELERU LEDOH beranak DO LERU. DO LERU adalah seorang perempuan janda. Dari DO LERU inilah sejarah janda, balu, fakir miskin pertama kali terjadi di dunia. MATARA BULAN (LEGION) beranak TAU TARA. Setelah MATARA BULAN meninggal, arwahnya berprilaku menjadi jahat dan tidak segan-segan mencabut nyawa manusia yang dikenal bernama, LEGION (dalam Kitab orang Nasrani dan Kitab orang Islam). Dari kematian MATARA BULAN, sejarah pertama kali terjadinya kematian di dunia. Sementara status TAU TARA yang ditinggalkan ayah dan ibunya, merupakan anak yatim piatu pertama di bumi (dunia). LEDOH HORO (MATAHARI) dan BULA KAY (BULAN) selalu disebut dalam tuturan syair etnis THIE MAU yang berbunyi, “ SEE LEO LEDO HORO FOO, MANA TESA TODAK, MA SEE LEO BULA KAY FOO MANA MOPO MORIK, ”yang artinya, “kehidupan manusia mana yang sama seperti MATAHARI yang selalu terbit dan terbenam. Siapakah yang kehidupannya seperti BULAN, yang bisa muncul dan menghilang”. Mereka menegaskan pula, bahwa di kehidupan awal, MATAHARI dan BULAN yang dianggap ayah dan ibu, bersaudara dengan LANGIT, BUMI, BINTANG, KILAT, PETIR, ANGIN, BADAI, HUJAN, BATU, AIR dan LAUT. Dasar inilah, setiap hadir di pulau–pulau yang ditempati, mereka selalu membaginya menjadi dua bahagian, misalnya di Kepulauan Rote, bagian timur disebut dengan LEDOH SOU/LEDOH TODA, yang artinya, MAHATARI TERBIT. Sementara Kepulauan Rote bagian barat dinamai, LEDOH TESA/LEDOH TENA, yang artinya MATAHARI TENGGELAM. Hal lain, misalnya dalam membangun rumah tinggal atau adat, tiang penyangga (TIANG NOK/DII TOAN) yang terdiri dari dua (2) buah dianggap sebagai simbol MATAHARI dan BULAN. Tiang bagian TIMUR menurut penilaian mereka adalah MATAHARI dan berpredikat sebagai ayah. Sedangkan tiang bagian BARAT adalah ibu. Dalam mendirikan rumah adat, tidak boleh salah meletakan atau menempatkan bagian-bagian tertentu, karena kalau tidak pemilik rumah dan keluarganya akan terkena tulah atau terancam nyawanya. Kepercayaan semacam ini masih berlaku di kalangan etnis THIE MAU. Kedua tiang nok tersebut dianggap memilki kekuatan magis dan sakti, misalnya kalau ada saudara yang pergi merantau dan tidak pernah kembali, kemudian mereka menginginkannya pulang dalam waktu singkat. Mereka akan menggantung sebotol arak keras atau dalam dialeg etnis THIE MAU disebut, ARA OE LANGGAK pada celah tiang nok bagian timur. Setelah di gantung, arak itu diambil lagi, lalu dituangkan di dalam sebuah gelas. Kemudian sambil memegang gelas yang terisi arak, mereka pergi dan memeluk tiang bagian timur sambil menyebut :
LOA LEDOH EE.. MA ANA MALA AU DEI,
MA AU A AMA ALA LOA LEDOH DEI
(Terjemahan : Hai Kebesaran MATAHARI dan BULAN jadikanlah saya sebagai anak kandung kalian begitu juga sebaliknya). Selesai ucapan ini sopi di dalam gelas tersebut langsung diminum dan beberapa tetes disiram ke tiang nok. Lalu beralih ke tiang nok bagian barat dan memeluknya. Setelah dipeluk maka mereka akan berkata :
NARA FAI EE.. AU TAO HATA NAI AU SODAN, BOE OO AU AMA HENA NEU LOA LEDOH MA NARA FAI.
(Terjemahan : OOO NARA FAI ….Saya ingin berbuat sesuatu dalam kehidupan ini, biarlah saya selalu berharap kepada kebesaran LOA LEDOH dan NARA FAI). Selesai ucapan ini sopi di dalam gelas langsung diminum dan beberapa tetes di siram ke tiang nok. Usai ungkapan ini, barulah menyampaikan maksud dan tujuan.
Maksudnya agar saudara mereka cepat pulang dalam dua atau tiga hari, maka dalam waktu yang diinginkan, saudara mereka pasti pulang. Belakangan kepercayaan ini hilang, karena pengaruh agama Kristen. Sementara etnis Rote juga percaya, bahwa di kehidupan leluhur pertama mereka telah diadakan sumpah serapah antara dengan KILAT, PETIR dan GUNTUR. Isi sumpah tersebut adalah sepanjang keturunan mereka dilarang saling mengambil barang milik sesama. Bagi yang melanggar akan menerima murka leluhur, berupa disambar KILAT, PETIR, GUNTUR atau keluarga, rumah dan kampung mereka di landa bencana alam dan dicabut badai topan. Kepercayaan terhadap penguasa jagat raya tersebut masih dipertahankan oleh segelintir orang sakti (orang pintar) di komunitas etnis Rote. Mereka menganggap PETIR, KILAT dan GUNTUR sebagai sebuah kekuatan yang dasyat serta bisa dipergunakan sebagai senjata perang dan lain-lain. Caranya bermacam-macam tergantung keperluan, misalnya binatang atau barang seseorang yang hilang dengan tidak tahu siapa yang pengambilnya. Sipemilik barang tidak perlu sibuk melapor ke polisi atau penyidik setempat, melainkan melakukan ritual kepada PETIR, KILAT dan GUNTUR, kemudian PETIR, KILAT dan PETIR yang mencari siapa pelakunya. Setelah ritual dilakukan dalam tempo dua sampai tiga hari, bagi yang mengambil barang tersebut akan disambar PETIR, KILAT dan GUNTUR hingga hangus (gosong). Bahkan untuk mendapatkan sesuatu yang dinilai harus dan perlu, mereka selalu menyembah kepada Matahari dan Bulan, misalnya meminta ilmu kekebalan tubuh agar tidak tertembus senjata api, parang, pisau dan batu dan atau mereka mengiginkan kekayaan berlimpah ruah. Karena anggapan mereka, bahwa kedua benda itu adalah sumber kekuatan dan kekayaan, atau dalam syairnya disebut, mane sai mana sure su’i ma nduk nosok mana ketu parani. Artinya, matahari sumber kekayaan dan bulan pusat kekuatan. Masih seputar itu, etnis Rote mengakui bahwa pada zaman leluhur pertama karena memiliki hubungan saudara, antara leluhur di langit dan di bumi selalu mengunjungi, bahkan leluhur di bumipun untuk mendapatkan penerangan mengambil api ke langit. Dan hubungan ini baru terputus setelah peristiwa Bei Sei’uk dank arena kerasnya ayunan alu dari para wanita ketika melakukan menumbuk padi, membuat langit semakin menjauh. Pada hal menurut mereka, langit dan bumi waktu itu hanya jauhnya sedepah. Kalau tuturan ini benar, maka sangat singkron dengan pertanyaan astronot asal Amerika, Neil Amstrong, bahwa ketika pesawat mereka hendak mendarat, dikejauhan mereka melihat binatang-binatang dengan rupa yang aneh sedang memandangi mereka dari para bebatuan. Apakah binatang-binatang aneh yang dimaksud Ne’il Amstrong adalah anjing-anjing Bei Sei’uk?. Memang sulit dijelaskan.
LAY HU (langit) beranak :
1. ELU LAIN (Angin Badai) beranak : ELU TONGGO (Angin Topan) beranak : NDELA ELU (Kilat) beranak : NGGEFA NDELA (Petir)
2. TATA LAY (GUNTUR) beranak : ANI TATA (angin kincang yang dingin), beranak : UDA ANIN (angin datang bersama hujan) beranak : OE UDAN (air hujan), beranak : UDAN (hujan).
BELA HU (bumi) beranak : BATU BELA beranak : DAE BATU beranak : MBAKI-MBAKI DAE/PAKE-PAKE DAE) beranak : HUN MBAKI-MBAKI/HOM MBAKI-MBAKI beranak : LAY HUN beranak : EDA LAIN beranak DAMEDO EDA beranak : PALAPE DAMEDO beranak : NGGEO PALAPE beranak : KADE NGGEO beranak : LUTU KADE beranak : LIU LUTU beranak : NOA LIU beranak : NOA SAIN beraak :
1. SI NOA
2. LASI NOA (Keturunan orang Rote)
3. OE NOA
**Penulis adalah pemerhati Adat dan Budaya Lokal Rote Ndao dan Menjabat sebagai anggota Forum Peduli adat budaya Kecamatan Rote Barat Daya**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar